Ketidakikhlasan ini berasal dari anggapan bahwa tidak seorang pun mengetahui rahasia di dalam hati mereka, sehingga orang bersalah tersebut dapat berbuat layaknya mereka yang tidak bersalah meski telah melakukan dosa atau kesalahan. Sesungguhnya, mereka benar-benar tidak mengetahui apa yang dipikirkan orang lain dan mereka tidak pernah menyadari bahwa Allah mengetahui semua yang dipikirkan dan semua rahasia hati, termasuk pikiran alam bawah sadar yang mereka sendiri tidak mengetahuinya. Allah mencatat fakta ini pada ayat-ayat berikut.
“Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” (at-Taghaabun: 4)
“Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Mahahalus lagi Maha Mengetahui?” (al-Mulk: 13-14)
Tidak seorang pun dapat berbicara tanpa sepengetahuan Allah. Allah mengetahui bukan hanya semua perkataan, melainkan semua pikiran orang, termasuk yang berada di alam bawah sadar, yang sebagiannya tidak mereka sadari. Hal ini ditekankan dalam ayat berikut.
“Tidaklah kamu perhatikan bahwa sesunggunya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian, Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerejakan. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (al-Mujaadilah: 7)
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (Qaaf: 16)
Dengan demikian, perilaku orang beriman haruslah benar-benar didasari keikhlasan dan kerendahan hati di hadapan Allah. Karena Allah Yang menciptakan dan mengetahui segala sesuatu, tidaklah mungkin kita berpura-pura di depan-Nya. Seseorang harus mengakui semua kelemahan, kesalahan, dan kekhilafannya, meninggalkan kemaksiatan dan kembali kepada Allah, serta meminta pertolongan dan ampunan-Nya.
Para rasul merupakan contoh terbaik dalam keikhlasan mereka kepada Allah. Nabi Ibrahim berdo’a kepada Allah, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman, “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab, “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” (al-Baqarah: 260) Ini merupakan cara bagaimana orang beriman mengakui kelemahan mereka kepada Allah dan memohon ampunan dari-Nya. Hal yang sama terjadi ketika Allah memerintahkan kepada Nabi Musa, “Pergilah kamu kepada Fir’aun.” Musa berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah membunuh seorang manusia dari golongan mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku,” (al-Qashash: 33) serta memohon pertolongan dan kekuatan dari Allah. Kejujuran para rasul ini menunjukkan bagaimana orang beriman harus bersikap.
Sebelum seseorang memahami kelemahan dan ketergantungannya kepada Allah, ia tidak dapat memiliki sifat-sifat seperti tabah, rendah hati, beriman, dan berani hanya dengan berpura-pura bersifat demikian, karena “… manusia dijadikan bersifat lemah” (an-Nisaa`: 28) agar mengerti kelemahannya di hadapan Allah. Karena itu, seseorang harus percaya dan berserah diri kepada Allah serta mengungkapkan kesalahan dan dosanya sebelum memohon ampunan.
0 Response to "ALLAH MAHA MENGETAHUI SEGALA RAHASIA HATI"
Posting Komentar