SIFAT TELADAN RASULULLAH S.A.W

Ada banyak riwayat dan cerita berkaitan dengan kunci sukses kepemimpinan Rasul Muhammad SAW, dan semua bercerita bahwa kunci sukses tersebut tidak terlepas dari sifat keutamaan beliau selaku pengemban risalah Ilahiah. Dan ketika orang berkisah mengenai kehidupan beliau, paling tidak ada 4 sifat yang lekat dalam kehidupannya yang sering dikutip para pendakwah dan penulis untuk menunjukkan betapa pribadi agung itu memiliki sifat-sifat utama yang pantas untuk diteladani. Keempat sifat tersebut; Siddiq, Amanah, Tabligh dan Fathonah.

Lantas apa kaitan sifat-sifat tersebut dengan kisah sukses beliau sebagai seorang pemimpin, dan bagaimana kaitan sifat tersebut dengan perilaku memimpin yang beliau tampilkan. Tulisan ini mencoba menarik korelasi dari satu sama lainnya sehingga bisa disimpulkan pada akhirnya ketika kaidah-kaidah yang sangat indah itu dapat diemban secara sempurna, maka kesuksesan menjadi sebuah keniscayaan. Dan itu sangat sunatullah.

1. Siddiq
Jujur !, itulah sifat awal yang utama dari seseorang yang mengemban tugas kenabian. Baginya tidak ada yang perlu disembunyikan, baik atas dasar pertimbangan orang lain apalagi semata kepentingan diri sendiri. Dan ketika amanah kepemimpinan telah diemban, maka sifat jujur adalah modal awal yang menjadi keharusan. Mengapa ?, karena ia akan menjadikan kepemimpinan akan ringan ketika harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, sekaligus juga akan menjadi modal membangun kepercayaan antara dirinya dengan orang-orang yang dipimpinnya.

Adalah menjadi hambatan dan malapetaka yang maha besar bila seorang mengambil tugas kepemimpinan sementara dirinya tidak memiliki sfat jujur. Ketidak jujuran akan menghambat seseorang untuk menjadi pemimpin yang sukses, karena hari-harinya hanya akan disibukkan untuk menutupi dan mencari dalih dari sifatnya tersebut. Dan bagi orang-orang yang dipimpinnya, orang semacam ini adalah malapetaka. Alih-alih mengurus kepentingan orang yang dipimpinnya yang ada justru janji-janji palsu kesejahteraan yang selalu menuntut pengorbanan orang-orang tersebut untuk menutupi kebohongan sang pemimpin. Artinya jangan harap akan ada kemauan berkorban sang pemimpin demi kemaslahatan orang-orang yang dipimpinnya yang ada malah sebaliknya demi keuntungan dan kenyamanan dirinya ia tak segan untuk mengorbankan kehidupan orang lain, meskipun orang lain itu tak lain adalah orang yang seharusnya ada dalam lindungannya.

Sifat jujur adalah kunci sukses kepemimpinan Rasul SAW. Sejarah mencatat, beliau adalah seorang makhluk yang tak pernah dusta meski keadaan 'mengizinkan' sekalipun. Bahkan sifat jujur tersebut begitu inheren pada dirinya. Jujur adalah pakaian dan predikatnya jauh sebelum tugas kerasulan diembannya. Kita tidak akan pernah menjumpai sedikitpun catatan didalam hidupnya ia tengah berdusta. Selalu saja ia katakan apa adanya, meski tak jarang sikapnya itu akan mendatangkan nestapa. Karena ia yakin betul dipenghujung cerita akan berbuah bahagia.

Kalau terhadap manusia saja ia begitu 'apa-adanya'. Bagaimana mungkin terhadap Tuhannya ia mau berdusta. Bukankah adanya tugas kepemimpinan buka semata ditunjuk manusia, tetapi ia bagian dari ketetapan Allah yang harus ditunaikan dan kelak dipertanggungjawabkan.

Perhatikan ayat dan firman Tuhan tak satupun yang ia sembunyikan. Termasuk ketika ayat-ayat itu tengah bercerita dan menunjukkan 'kekeliruannya' selaku manusia biasa. Baginya berani menunjukkan kekeliruan jalan hidup kemudian menginsyafinya bukan 'aib. Apalagi bila hal itu bisa mejadi pelajaran baik untuk dirinya maupun orang-orang yang tengah dipimpinnya. Kehormatannya tidak menjadi tercederai hanya karena ada kekeliruan yang diketahui orang lain. Tetapi menutupi kekeliruan dengan aneka dusta hanya akan menjadi penghalang antara dia dan orang-orang yang dipimpinnya yang memang begitu ia cintai.

Begitulah memang kalau kita berhadapan dengan orang jujur. Jangankan persoalan hidup kita, persoalan kematian (akhirat) kita pun terasa aman kita 'titipkan' padanya. Sungguh berbeda ketika kita berhadapan dengan seorang pendusta, sekalipun di saat makan bersama masih saja hati menaruh curiga.

2. Amanah
Sakit rasanya hati, apabila ketika sebuah kepercayaan yang kita berikan kemudian terkhianati. Apapun bentuk relasinya, anak-orangtua, suami-istri, persahabatan, partner bisnis termasuk juga kepemimpinan akan menjadi halangan bathin yang tak terperi apabila salah satu pihak merasa dikhianati.

Halangan hati jauh lebih 'menutup' ketimbang adanya halangan fisik dan materi. Cinta dan kasih sayang mustahil hadir bila diantara kedua pihak terhalang hijab bernama benci. Sebaliknya meski jarak membentang, jika ia dipautkan rasa cinta dan kasih sayang, sosok nun jauh disana selalu saja datang menjelang.

Amanah adalah salah satu kunci sukses dari kepemimpinan Rasul. Bahkan ditangannya kepemimpinan merupakan amanah itu sendiri. Pantang baginya bermain-main dengan tugas kepemimpinan, karena kosekuensinya begitu berat. Tidak saja kekhawatiran akan tidak suksesnya sebuah kepemimpinan tetapi yang lebih dikhawatirkan adalah ketika harus berhadapan dengan Tuhannya saat datangnya hari peradilan.

Mungkin peradilan dunia bisa kita kelabui dan orang-orang yang kita pimpin tak tahu kalau ia kita khianati. Tetapi bagaimana dengan peradilan Tuhan ?. Kalau peradilan dunia bisa kita 'menangkan' karena kemampuan kita menghadirkan pengacara yang pandai bersilat lidah dan merekayasa undang-undang dan peraturan. Lalu bagaimana ketika kita berhadapan dengan zat yang Maha Adil?. Sementara saat itu kita sendirian, dan tak bisa lari kemanapun untuk mencari perlindungan. Pantas kalau Allah dalam al Qur'an mengatakan fa ayna tazhabuun..? -- maka kemana kamu akan pergi?.

Sepanjang tugas kepemimpinannya Rasul SAW tidak akan pernah kita jumpai ia berkhianat. Ketika ia membuat janji dengan musuh sekalipun, semua yang sudah terikrarkan pantang baginya ia khianati. Kalau demikian, bagaimana mungkin ia akan berkhianat terhadap orang-orang yang dipimpinnya, apalagi terhadap Tuhannya. Itulah mengapa ia menjadi seorang yang begitu dihormati tidak saja oleh orang-orang sekelilingnya, bahkan musuh-musuhnya. Rasanya jangankan seorang pemimpin, seekor anjing saja ketika telah terbukti sifat amanah kepada tuannya akan memunculkan perasaan cinta dan kasih sayang. Hanya saja sedikit sekali pemimpin sekarang yang menjadikan amanah sebagai modal kepemimpinan, sehingga seekor anjing pun terkadang lebih pantas untuk diberikan penghormatan dibanding dirinya -- ulaa ika kal an'aami bal hum adhol.

3. Tabligh
Arti kata ini adalah menyampaikan. Sifat ini selaras dengan butir pertama, jujur. Apa yang disampaikan?. Adalah seluruh aspek kehidupan yang memang seharusnya seorang pemimpin sampaikan kepada orang yang dipimpinnya. Tidak ada satu hal pun yang disembunyikan, manakala ada hal yang berkaitan langsung dengan kepentingan orang-orang yang ada dalam naungan kepemimpinannya. Meskipun dalam hal ini ia harus berhadapan dengan kepentingan dirinya sendiri!.

Berbeda dengan kebanyakan pemimpin saat ini, yang begitu sering menyembunyikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakatnya hanya demi strategi mengamankan kekuasaannya. Terkadang untuk melakukan hal tersebut ia tidak memantangkan dirinya dari berbohong kepada orang lain. Omongannya sukar sekali untuk dijadikan pegangan dan pedoman. Karena tiap kali bisa berubah sesusai kebutuhan 'syahwatnya'. Ketidak konsistenan adalah ciri penampilannya, karena setiap kali ia bicara selalu saja dusta. Dusta yang satu ditutupi lagi dengan dusta selanjutnya. Karena ketika ia harus berkata jujur, maka yang terjadi justru ia 'menelanjangi' diri sendiri. Dan ia tidak ingin mengambil resiko itu.

Karena hidupnya penuh kebohongan, maka menutup informasi mengenai dirinya dari yang sesungguhnya adalah keharusan. Karena begitu orang tahu tentang dirinya, tidak ada lain kecuali kebusukan saja isinya. Akibatnya orang selalu menduga-duga terhadap apapun informasi yang dismapaikan. Dan setiap kali ia berkata-kata orang selalu mengartikan sebaliknya dari apa yang ia ucapkan. Komunikasi yang terjalin, adalah komunikasi saling curiga yang pada akhirnya tidak ada lagi saling percaya antara pemimpin dan masyarakatnya. Sudah tentu tidak akan tercapai efektifitas kepemimpinan yang dibangun melalui komunikasi macam ini.

Jalannya kepemimpinan Rasul yang efektif tidak lepas dari cara beliau berkomunikasi dengan masyarakatnya. Setiap kali beliau menyampaikan informasi, dampaknya selalu menimbulkan ketenangan dan kepastian. Dan ketika kepastian ada, ketentraman menjadi niscaya, munculnya saling percaya, sekaligus juga memunculkan rasa saling cinta antara yang memimpin dengan orang-orang yang dipimpinnya. Karena masyarakatnya sangat percaya tidak ada satupun informasi yang berkaitan dengan hajat hidupnya yang disembunyikan. Semuanya selalu tersampaikan secara lengkap dan... dalam kesempatan pertama!.

Dengan cara komunikasi seperti itu, Rasul SAW ingin membuktikan sekaligus mengajarkan kita bahwa lisan yang jujur dapat digunakan untuk memotivasi kebaikan. Dan bila hal itu dilakukan oleh seorang pemimpin, maka selanjutnya akan mengurangi kerepotan dari tugas-tugas kepemimpinan lainnya yang memang tidak ringan. Karena ucapan pemimpin tidak menimbulkan spekulasi dalam masyarakat, akhirnya tujuan-tujuan bersama yang telah ditetapkan diawal menjadi jauh lebih mudah untuk dilaksanakan.

4. Fathonah
Tentu saja seorang pemimpin harus memiliki tingkat kecerdasan yang memadai. Karena kecerdasan itulah yang akan membantunya mengelola dan memanage kepemimpinannya. Karisma memang perlu, tetapi karisma yang tidak disertai kecerdasan cukup hanya akan memunculkan kultus yang tidak perlu bahkan merugikan. Tata kelola kepemimpinan yang baik hanya bisa dihasilkan oleh mereka yang memiliki kecerdasan. Dan sebuah leadership dari seorang pemimpin yang cerdas akan menjadi solusi dari setiap persoalan orang yang dipimpinnya. Bukan sebaliknya, dimana sering kita jumpai seorang pemimpin malahan menjadi persoalan dan beban bagi orang-orang disekelilingnya.

Rasul SAW tidak hanya credible dalam artian memiliki nama baik karena sifat-sifat mulia yang melekat padanya. Tetapi ia juga seorang pemimpin yang karismanya terbangun salah satunya karena kecerdasan yang dimilikinya. Itu terbukti disaat ia dan kaumnya dihadapkan pada kondisi sulit bahkan kritis selalu saja ada ide-ide kreatif dan cerdas yang membawanya menjauh dari persoalan yang ada, bahkan meniadakan persoalan itu.

Oleh karenanya, lengkap rasanya model kepemimpinan yang ditampilkan Rasul SAW didalam mengelola sebuah kepemimpinan. Karena semua instrumen kepemimpinan yang dibutuhkan bagi mutlaknya sebuah kesuksesan ada pada dirinya. Sudah jujur, memelihara komitmen, komunikatif cerdas pula. Ditambah lagi dengan unsur-unsur yang mengundang decak kagum, seperti sabar, sederhana dan tidak tingi hati. Rasanya tak ada celah bagi orang-orang yang dipimpinnya untuk tidak mencintainya. Dan seorang pemimpin yang begitu dicintai rakyatnya 'kayaknya' satu-satunya ujung dari kepemimpinannya hanyalah kesuksesan. Dan Rasul SAW telah menerapkan sistem kepemimpinan Ilahiah yang mestinya kita tiru disaat amanah kepemimpinan itu ada di pundak kita. Wallahu a'lam.

http://ayahkamil.blogspot.com

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "SIFAT TELADAN RASULULLAH S.A.W"

Posting Komentar