Manusia adalah makhluk sempurna yang keberadaannya menempati posisi terhormat dan tertinggi di antara makhluk Allah SWT lainnya, dan menjadi fenomena besar dari penciptaan tersebut. Jasad, akal, indera ruh dan nafs (diri) yaitu komponen utama manusia yang paling menarik dan unik. Namun, unsur dibalik fisik terutama nafs (jiwa) masih menjadi misterius dan menjadi penggerak perjalanan hidup setiap muslim.
Perjalanan hidup setiap muslim sesungguhnya digerakkan oleh unsur raga dan jiwa. Jiwa berperan untuk mendirikan dan membangun kebaikan demi kebahagiaan dunia-akhirat di berbagai dimensi kehidupan. Rangkaian perjalanan tersebut diwarnai nilai-nilai kearifan penuh terobosan-terobosan untuk membuat hidup lebih hidup dan bermakna menggapai sukses. Sukses adalah sebuah "terobosan" besar yang mengubah keadaan dari gagal menjadi berhasil dan sukses, seperti sebuah "pintu ajaib" yang mengantar manusia kepada kesuksesan.Tetapi, Islam mengajarkan hal yang unik dan berbeda, ternyata sukses bukan sebuah pintu penuh materi saja, tetapi sebuah perjalanan kehidupan yang penuh pintu-pintu kebaikan bersifat ruhani bersumber dari gerak jiwa yang semakin lama semakin mengajak setiap muslim masuk lebih dalam lagi dan menjadi lebih seimbang antara dunia dan akhirat.
Satu pintu membawa terobosan baru dan menemukan jalan dan langkah tepat menuju sukses, satu pintu membuka peluang tepat melalui kegiatan bershadaqah. Sukses adalah perjalanan panjang melewati kepatuhan atas kewajiban kita terhadap Yang Maha Kuasa salah satunya melalui aktivitas shadaqah. Bershadaqah sebagai kebutuhan jiwa dan bentuk kepedulian pada sesama manusia sesuai dengan kemampuan dan amanah yang menjadi standar.
Pertama, untuk memenuhi kebutuhan jiwa, maka bershadaqah harus dilaksanakan sesuai dengan kemampuan. Allah menegaskan dalam QS. Al-An'am : 135:
قُلْ يَا قَوْمِ اعْمَلُوا عَلَى مَكَانَتِكُمْ إِنِّي عَامِلٌ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ مَنْ تَكُونُ لَهُ عَاقِبَةُ الدَّارِ إِنَّهُ لا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
"Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu. Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan".
Sebagaimana dikatakan kepada seseorang, apabila diperintahkan untuk tetap berada pada posisinya/keadaannya, maka janganlah berpaling dari tempat itu (tidak boleh pindah dari padanya. Kemudian yang dimaksud dengan إِنّى عامل adalah berbuat/bekerja ditempat di mana saya berada/berkedudukan dan bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut. Maksud tetaplah atas kekufuranmu dan permusuhanmu terhadapku adalah sesungguhnya aku tetap dan istiqomah pada Islam dan kesabaran dalam menghadapimu (para kafir/orang dzalim). فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ maksudnya adalah bahwa kalian (para kafir/orang dzalim) akan mengetahui bahwa akibat yang baik itu bagi orang yang berbuat kebaikan bukan orang yang berbuat dzalim.
Manusia itu diperintahkan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kedudukannya di dunia ini, jika melakukan kebaikan maka ia pun akan mendapatkan kebaikan dengan apa yang dia lakukan. Dan sebaliknya jika ia melakukan kesalahan maka ia pun akan mendapatkan balasan yang jahat dari kesalahannya dari perbuatan salahnya/jahatnya.
Yang dimaksud dengan إِنِّي عَامِلٌ adalah sesungguhnya aku memberi peringatan kepadamu akan balasan orang yang ta'at dengan pahala (Tsawab) dan orang yang berbuat maksiat dengan 'iqab (siksa). فَسَوفَ تَعْلَمُونَ مَن تَكُونَ لَهُ عاقِبَةٌ الدَّار dalam tafsir memiliki dua pendapat :1. Mengetahui pahala akhirat dengan iman, dan siksanya karena kekufurannya dan menjadi motivasi dari pada pahalanya dan menjadi peringatan dari siksanya. 2. Mengetahui akan pertolongan Allah di dunia bagi para penolong/pengikutnya-Nya dan kehinaan bagi para musuh-Nya. . إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظالمون artinya tidak akan beruntung orang yang memiliki sifat dzulum (dzalim), dia tidak akan beruntung dengan kedzaliman dan perbuatannya yang dzolim.
Penafsiran QS. 6:135 ditujukan bagi mukmin untuk melakukan perbuatan sesuai dengan kedudukan, jika sebagai mukmin kemudian menunaikan shadaqah, maka apa yang dilakukannya akan medapat pahala baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, jika seorang kafir dan dzalim maka baik dunia maupun akhirat tidak akan mendapatkan nilai dan hasil yang baik baginya.
Kedua, bershadaqah itu adalah amanah Allah yang harus ditunaikan. Allah Swt. Memberitahukan bahwa Dia memerintahkan agar amanat-amanat itu disampaikan kepada yang berhak menerimanya. Di dalam hadis al-Hasan, dari samurah, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda "Adil amanaati ilaa mani'tamanaka walaa tahun man khanaka.(sesungguhnya amanat itu kepada orang yang mempercayaimu dan janganlah kamu berhianat kepada orang yang berhianat kepadamu.
Amanat tersebut antara lain yang menyangkut hak-hak Allah Swt. Atas hamba-hamba-Nya , seperti salat, zakat, infaq, shadaqah, puasa, dan lain sebagainya yang dipercayakan kepada seseorang. Juga termasuk pula hak-hak yang menyangkut hamba-hamba Allah sebagian dari mereka atas sebagian yang lain, seperti menunaikan shadaqah yang merupakan subjek titipan dari Allah SWT. untuk disampaikan kepada mustahiq.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya (an-Nisa : 58)Makna ayat di atas, menjelaskan bahwa amanat ini bermakna umum dan wajib ditunaikan terhadap semua orang, sebagaimana bershadaqah merupakan amanat yang harus ditunaikan. Fungsi substansi amanat sesungguhnya relevan dalam memenuhi kebutuhan jiwa.
Dua syarat menempuh kebaikan dalam memenuhi kebutuhan jiwa, maka jiwa sesungguhnya memiliki peranan penting dalam kegiatan manusia mewarnai corak kehidupannya dan menentukan makna, nilai dari pelaksanaan menunaikan shadaqah. Demikian, bahwa bershadaqah dapat memenuhi kebutuhan jiwa sesuai dengan kedudukan setiap muslim yang memegang amanah. Wallahu a'lam biSowaf
0 Response to "BERSEDEKAH SEBAGAI KEBUTUHAN JIWA"
Posting Komentar