Tahun Baru Hijriyah 1438 ini , tentunya mengingatkan kita Kepada sosok pejuang Riyanto , Anggota Barisan Anshor Serbaguna ( Banser ) .
Kisah pengorbanan Riyanto, anggota Barisan Anshor Serbaguna (Banser) dari Mojokerto saat ditugaskan oleh GP Anshor untuk membantu polisi dalam mengamankan perayaan Natal pada 24 Desember tahun 2000 silam, hingga kini masih tetap dikenang di berbagai kalangan masyarakat.
Dalam rangka mengenang jasa-jasanya, nama Riyanto kini telah dibuat sebagai nama jalan di Prajurit Kulon, Kota Mojokerto. Bahkan Pemerintah Kota Mojokerto juga telah membangun gapura yang megah di Jalan Riyanto.
Kisah inspiratif yang dilakukan oleh Riyanto ini terjadi pada saat bom meledak di Gereja Eben Haezer, Mojokerto pada malam Natal. Banyak korban berjatuhan, dan yang paling menyita perhatian adalah sosok anggota Banser Riyanto.
Pria berusia 25 tahun itu meninggal di tempat kejadian dengan kondisi jenazah yang sangat mengenaskan. Namun bukan karena kondisi tubuhnya yang jadi bahan perbincangan di khalayak masyarakat, namun statusnya sebagai anggota Banser dan cara meninggalnya yang banyak menyita perhatian publik
Pada malam Natal itu, Riyanto merupakan salah satu dari empat orang Banser NU yang dikirim GP Ansor Mojokerto untuk menjaga perayaan Natal di gereja Eben Haezer, Mojokerto. Lelaki kelahiran Kediri, 23 November 1975 itu ditugaskan oleh GP Ansor Mojokerto untuk serta mengamankan jalannya perayaan malam Natal.
Semula, Misa Malam Natal itu berlangsung dengan baik dan lancar
seperti tahun-tahun sebelumnya, tetapi ternyata hanya berlangsung separuh jalan. Sekitar pukul 20.30 WIB, seorang jemaat menaruh curiga pada sebuah bingkisan yang tergeletak tak bertuan di depan pintu masuk gereja.
Riyanto pun memberanikan diri untuk mengambil dan membuka bingkisan itu. Ia membongkar kantong plastik hitam itu di hadapan petugas pengamanan gereja Eben Haezer lainnya, termasuk seorang polisi Polsek setempat. Di dalamnya tampak menjulur beberapa pasang kabel. Tiba-tiba muncul percikan api. Riyanto langsung berteriak sigap, “Tiaraaaapp!” dan kemudian terjadi kepanikan dalam Gereja.
Riyanto segera keluar dari ruangan dan melemparkan bungkusan bom itu ke tong sampah, namun terpental. Ia kemudian berinisiatif mengamankan bom dengan memungut kembali untuk dilemparkan ke tempat yang lebih jauh lagi dari jemaat. Namun, Allah SWT berkehendak lain, bom mendadak dalam pelukan Riyanto sebelum sempat dilempar.
Tubuh pria itu terpental, berhamburan. Sekitar 3 jam kemudian, sisa-sisa tubuh Riyanto baru ditemukan di sebelah utara kompleks gereja, sekitar 100 meter dari pusat ledakan. Jari dan wajahnya hancur, Riyanto pun meninggal seketika.
Bom ini tampaknya tidak main-main. Ledakannya membuat roboh pagar tembok di seberang gereja. Bahkan kaca-kaca lemari dan etalase Studio Kartini yang tepat di depan gereja Eben Haezer hancur semua. Ledakan ini bukan satu-satunya. Pada saat yang hampir sama, beberapa gereja yang lain juga terkena bom dan menelan korban jiwa.
Pria Muslim yang lahir dari pasangan Sukarnim dan Katinem ini banyak dipuji orang. Seorang Muslim sejati yang rela mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan orang lain yang sedang merayakan. Gus Dur pernah berujar, “Riyanto telah menunjukkan diri sebagai umat beragama yang kaya nilai kemanusiaan. Semoga dia mendapatkan imbalan sesuai pengorbanannya.”
Kini, setelah 16 tahun peristiwa itu berselang, nama Riyanto hampir tidak pernah disebut, apalagi untuk diteladani semangat perjuangan dan rasa kemanusiaan Riyanto. Sungguh hal ini merupakan hal yang sangat ironis, bila dibandingkan dengan keteguhan jiwa Riyanto yang muslim, mau mengorbankan jiwa dan raganya untuk menyelamatkan ratusan nyawa jemaat gereja Eben Haezer.
Di tengah banyaknya aksi kekerasan yang kini mengatasnamakan agama seperti yang belakangan ini sering terjadi, sosok dan pengorbanan Riyanto, patut menjadi teladan dan contoh bagi kita semua, tanpa membeda-bedakan agama dan kepercayaan, suku, ras maupun golongan. Salam Bhinneka Tunggal Ika!
sumber : beritaonline24.com
Kisah pengorbanan Riyanto, anggota Barisan Anshor Serbaguna (Banser) dari Mojokerto saat ditugaskan oleh GP Anshor untuk membantu polisi dalam mengamankan perayaan Natal pada 24 Desember tahun 2000 silam, hingga kini masih tetap dikenang di berbagai kalangan masyarakat.
Dalam rangka mengenang jasa-jasanya, nama Riyanto kini telah dibuat sebagai nama jalan di Prajurit Kulon, Kota Mojokerto. Bahkan Pemerintah Kota Mojokerto juga telah membangun gapura yang megah di Jalan Riyanto.
Kisah inspiratif yang dilakukan oleh Riyanto ini terjadi pada saat bom meledak di Gereja Eben Haezer, Mojokerto pada malam Natal. Banyak korban berjatuhan, dan yang paling menyita perhatian adalah sosok anggota Banser Riyanto.
Pria berusia 25 tahun itu meninggal di tempat kejadian dengan kondisi jenazah yang sangat mengenaskan. Namun bukan karena kondisi tubuhnya yang jadi bahan perbincangan di khalayak masyarakat, namun statusnya sebagai anggota Banser dan cara meninggalnya yang banyak menyita perhatian publik
Pada malam Natal itu, Riyanto merupakan salah satu dari empat orang Banser NU yang dikirim GP Ansor Mojokerto untuk menjaga perayaan Natal di gereja Eben Haezer, Mojokerto. Lelaki kelahiran Kediri, 23 November 1975 itu ditugaskan oleh GP Ansor Mojokerto untuk serta mengamankan jalannya perayaan malam Natal.
Semula, Misa Malam Natal itu berlangsung dengan baik dan lancar
seperti tahun-tahun sebelumnya, tetapi ternyata hanya berlangsung separuh jalan. Sekitar pukul 20.30 WIB, seorang jemaat menaruh curiga pada sebuah bingkisan yang tergeletak tak bertuan di depan pintu masuk gereja.
Riyanto pun memberanikan diri untuk mengambil dan membuka bingkisan itu. Ia membongkar kantong plastik hitam itu di hadapan petugas pengamanan gereja Eben Haezer lainnya, termasuk seorang polisi Polsek setempat. Di dalamnya tampak menjulur beberapa pasang kabel. Tiba-tiba muncul percikan api. Riyanto langsung berteriak sigap, “Tiaraaaapp!” dan kemudian terjadi kepanikan dalam Gereja.
Riyanto segera keluar dari ruangan dan melemparkan bungkusan bom itu ke tong sampah, namun terpental. Ia kemudian berinisiatif mengamankan bom dengan memungut kembali untuk dilemparkan ke tempat yang lebih jauh lagi dari jemaat. Namun, Allah SWT berkehendak lain, bom mendadak dalam pelukan Riyanto sebelum sempat dilempar.
Tubuh pria itu terpental, berhamburan. Sekitar 3 jam kemudian, sisa-sisa tubuh Riyanto baru ditemukan di sebelah utara kompleks gereja, sekitar 100 meter dari pusat ledakan. Jari dan wajahnya hancur, Riyanto pun meninggal seketika.
Bom ini tampaknya tidak main-main. Ledakannya membuat roboh pagar tembok di seberang gereja. Bahkan kaca-kaca lemari dan etalase Studio Kartini yang tepat di depan gereja Eben Haezer hancur semua. Ledakan ini bukan satu-satunya. Pada saat yang hampir sama, beberapa gereja yang lain juga terkena bom dan menelan korban jiwa.
Pria Muslim yang lahir dari pasangan Sukarnim dan Katinem ini banyak dipuji orang. Seorang Muslim sejati yang rela mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan orang lain yang sedang merayakan. Gus Dur pernah berujar, “Riyanto telah menunjukkan diri sebagai umat beragama yang kaya nilai kemanusiaan. Semoga dia mendapatkan imbalan sesuai pengorbanannya.”
Kini, setelah 16 tahun peristiwa itu berselang, nama Riyanto hampir tidak pernah disebut, apalagi untuk diteladani semangat perjuangan dan rasa kemanusiaan Riyanto. Sungguh hal ini merupakan hal yang sangat ironis, bila dibandingkan dengan keteguhan jiwa Riyanto yang muslim, mau mengorbankan jiwa dan raganya untuk menyelamatkan ratusan nyawa jemaat gereja Eben Haezer.
Di tengah banyaknya aksi kekerasan yang kini mengatasnamakan agama seperti yang belakangan ini sering terjadi, sosok dan pengorbanan Riyanto, patut menjadi teladan dan contoh bagi kita semua, tanpa membeda-bedakan agama dan kepercayaan, suku, ras maupun golongan. Salam Bhinneka Tunggal Ika!
sumber : beritaonline24.com
0 Response to "MENGENANG Kisah Riyanto, Pria Muslim Yang Memeluk Bom Demi Selamatkan Ratusan Jemaat Gereja Di Malam Natal.. Merinding Bacanya! "
Posting Komentar