Kita selalu berharap ibadah-ibadah dan amal-amal kebaikan yang
kita lakukan dicatat sebagai amal kebaikan dan diterima Allah Swt. Nah… sebenarnya apa sih syarat diterimanya ibadah atau amal? Inilah penjelasan lengkapnya…
Dua syarat diterimanya ibadah kita yaitu:
1. Ikhlas karena Allah
Ikhlas merupakan salah satu makna dari syahadat ( أَنْلاَإِلَهَإِلاَّاللَّهُ) ‘bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah Swt, yaitu agar menjadikan ibadah itu murni hanya ditujukan kepada Allah semata. Allah Swt berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama”. (QS. Al Bayyinah: 5)
فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ
“Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan (mu) untuk-Nya.” (QS. Az Zumar: 2)
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al Mulk: 2)
فَلاَ تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kalian mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 22)
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan”. (QS. Al-An’aam: 88)
Lawan dari ikhlas adalah syirik (menjadikan bagi Allah tandingan/sekutu di dalam beribadah, atau beribadah kepada Allah tetapi juga kepada selain-Nya).
Misalnya: riya’ (memperlihatkan amalan pada orang lain), sum’ah (memperdengarkan suatu amalan pada orang lain), ataupun ujub (berbangga diri dengan amalannya). Semuanya itu adalah syirik yang harus dijauhi oleh seorang hamba agar ibadahnya itu diterima oleh Allah Swt.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الرِّيَاءُ
“Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan terjadi pada kalian adalah syrik kecil”, para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, apa itu syirik kecil ? Rasulullah menjawab : “Riya’”. (HR. Ahmad)
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ
“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal perbuatan kecuali yang murni dan hanya mengharap ridho Allah”. (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)
Ibadah yang kita lakukan haruslah karena Allah semata, bukan karena orang lain atau hal lain. Agar Allah ridho pada kita. Tidak menyekutukannya dengan yang lain, sehingga Allah terima dan catat sebagai amal kebaikan.
2. Mengikuti tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Al-Ittiba’ (Mengikuti Tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) merupakan salah satu dari makna syahadat bahwa Muhammad adalah utusan Allah (أَنَّمُحَمَّدًارَسُولُاللَّهِ), yaitu agar di dalam beribadah harus sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kita semua untuk senantiasa mengikuti tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam segala hal, dengan firman-Nya:
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”.(QS. Al Hasyr: 7)
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”. (QS. Al-Ahzaab: 21)
Ummul Mukminin, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari No.20)
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Nah… sahabat Ummi, itulah 2 hal yang membuat ibadah kita diterima Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Fiman Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 110:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al Kahfi: 110)
Berkata Ibnu Katsir di dalam menafsirkan ayat ini: “Inilah 2 landasan amal yang diterima (dan diberi pahala oleh Allah), yaitu harus ikhlas karena Allah dan benar (sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam).”
Sehingga kedua syarat ini haruslah ada pada setiap amal ibadah yang kita kerjakan dan tidak boleh terpisahkan antara yang satu dan yang lainnya.
Mengenai hal ini berkata Al Fudhoil bin ‘Iyadh: “Sesungguhnya andaikata suatu amalan itu dilakukan dengan ikhlas namun tidak benar (tidak sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam), maka amalan itu tidak diterima. Dan andaikata amalan itu dilakukan dengan benar (sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) tapi tidak ikhlas, juga tidak diterima, hingga ia melakukannya dengan ikhlas dan benar. Ikhlas semata karena Allah, dan benar apabila sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Semoga kita terus belajar dan punya kesempatan untuk melakukan ibadah-ibadah ataupun amal kebaikan dengan ihsan (ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Serta menjadi pemberat amal di yaumil akhir. Aamiin.
Semoga bermanfaat.
Sumber : ummi-online.com
kita lakukan dicatat sebagai amal kebaikan dan diterima Allah Swt. Nah… sebenarnya apa sih syarat diterimanya ibadah atau amal? Inilah penjelasan lengkapnya…
Dua syarat diterimanya ibadah kita yaitu:
1. Ikhlas karena Allah
Ikhlas merupakan salah satu makna dari syahadat ( أَنْلاَإِلَهَإِلاَّاللَّهُ) ‘bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah Swt, yaitu agar menjadikan ibadah itu murni hanya ditujukan kepada Allah semata. Allah Swt berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama”. (QS. Al Bayyinah: 5)
فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ
“Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan (mu) untuk-Nya.” (QS. Az Zumar: 2)
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al Mulk: 2)
فَلاَ تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kalian mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 22)
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan”. (QS. Al-An’aam: 88)
Lawan dari ikhlas adalah syirik (menjadikan bagi Allah tandingan/sekutu di dalam beribadah, atau beribadah kepada Allah tetapi juga kepada selain-Nya).
Misalnya: riya’ (memperlihatkan amalan pada orang lain), sum’ah (memperdengarkan suatu amalan pada orang lain), ataupun ujub (berbangga diri dengan amalannya). Semuanya itu adalah syirik yang harus dijauhi oleh seorang hamba agar ibadahnya itu diterima oleh Allah Swt.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الرِّيَاءُ
“Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan terjadi pada kalian adalah syrik kecil”, para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, apa itu syirik kecil ? Rasulullah menjawab : “Riya’”. (HR. Ahmad)
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ
“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal perbuatan kecuali yang murni dan hanya mengharap ridho Allah”. (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)
Ibadah yang kita lakukan haruslah karena Allah semata, bukan karena orang lain atau hal lain. Agar Allah ridho pada kita. Tidak menyekutukannya dengan yang lain, sehingga Allah terima dan catat sebagai amal kebaikan.
2. Mengikuti tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Al-Ittiba’ (Mengikuti Tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) merupakan salah satu dari makna syahadat bahwa Muhammad adalah utusan Allah (أَنَّمُحَمَّدًارَسُولُاللَّهِ), yaitu agar di dalam beribadah harus sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kita semua untuk senantiasa mengikuti tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam segala hal, dengan firman-Nya:
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”.(QS. Al Hasyr: 7)
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”. (QS. Al-Ahzaab: 21)
Ummul Mukminin, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari No.20)
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Nah… sahabat Ummi, itulah 2 hal yang membuat ibadah kita diterima Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Fiman Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 110:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al Kahfi: 110)
Berkata Ibnu Katsir di dalam menafsirkan ayat ini: “Inilah 2 landasan amal yang diterima (dan diberi pahala oleh Allah), yaitu harus ikhlas karena Allah dan benar (sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam).”
Sehingga kedua syarat ini haruslah ada pada setiap amal ibadah yang kita kerjakan dan tidak boleh terpisahkan antara yang satu dan yang lainnya.
Mengenai hal ini berkata Al Fudhoil bin ‘Iyadh: “Sesungguhnya andaikata suatu amalan itu dilakukan dengan ikhlas namun tidak benar (tidak sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam), maka amalan itu tidak diterima. Dan andaikata amalan itu dilakukan dengan benar (sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) tapi tidak ikhlas, juga tidak diterima, hingga ia melakukannya dengan ikhlas dan benar. Ikhlas semata karena Allah, dan benar apabila sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Semoga kita terus belajar dan punya kesempatan untuk melakukan ibadah-ibadah ataupun amal kebaikan dengan ihsan (ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Serta menjadi pemberat amal di yaumil akhir. Aamiin.
Semoga bermanfaat.
Sumber : ummi-online.com
0 Response to "Ibadah Akan Diterima Allah, Hanya Karena 2 Hal Ini"
Posting Komentar